skip to main |
skip to sidebar
Manusia yang merencanakan, Allah yang menentukan. Keponakanku datang dari Sulawesi hari kamis malam, dengan rencana yang matang untuk belanja kebutuhan pernikahannya, selama 3 hari ( jumat, sabtu, ahad) dan seninnya langsung pulang ke Palu. Jadi dia hanya izin di tempatnya praktek 2 hari, hari jumat dan senin. Karena waktunya Cuma sedikit dan barang barang yang mau di beli banyak macamnya, belum barang barang titipan keluarga disana, jadi dia rencana sebelum Mall buka, dia sudah stanbay disana, dan kalau mall tutup dia baru mau pulang.
Hari pertama ( jumat ) dia belanja alat alat kedokteran sekalian beli untuk temennya yang nitip juga, karena masih ada waktu, dia minta di drop di ITC akan dia manfaatkan waktunya untuk membeli barang barang khusus keperluannya. Saat itu jam 13.30, dia belanja hingga jam 19.30 malam. Sampai dirumah mandi, makan, dan jam 22.00 istirahat buat persiapan belanja lagi besok pagi. Sekitar jam 24.00 tiba tiba perutnya sakit, melilit, dan mual. Ya, dari jam 24.00 dia muntaber.....sampai nggak terhitung berapa kali keluar masuk kamar mandi, dan badanya lemas sampai nggak kuat lagi untuk naik ke kamar tidurnya.
Habis subuh, kakaknya telpon dan memberi tahu kalau Caci semalaman muntaber terus dan sekarang kalau ada minta perawat untuk menginfusnya. Karena dia dokter, jadi dia hanya perlu perawat untuk menginfus, untuk obat obatnya sudah dia resepkan sendiri, sampai siang nggak mendapatkan info tentang perawat yang bisa dipanggil kerumah untuk memasangkan infusnya. Pas adzan dhuhur, ada telphon SOS, mengabarkan kalau Caci minta di bawa ke Rumah Sakit, karena tangan dan kakinya sudah mulai kram akibat dehidrasi.
Sampai di Rumah Sakit, dia sempat nego dengan perawat n dokter jaga, intinya dia nggak mau di opname, dia minta tolong diinfus 2 botol saja, habis itu dia rawat jalan.
Setelah menanda tangani surat perjanjian, akhirnya dokter Caci di infus di ruang UGD, aku menunggu disana selama sekitar 3 jam untuk memasukkan 2 botol infus.
Karena tindakannya di ruang UGD, jadi banyak pemandangan yang saya lihat disana. Yang terakhir sekitar 45’ sebelum pulang, ada mobil pick up parkir di depan pintu UGD, penumpangnya 2 orang di belakang, yang satu mangku temennya yang saat itu tidak sadarkan diri, dua duanya sudah tua, sekitar 60-65 tahun, orang madura, kalau dilihat dari bajunya yang kotor, saya kira mereka bekerja di bengkel. Begitu datang , pasien yang tak sadarkan diri tadi langsung dipindah ke drakbar oleh para perawat, melihat kondisinya dalam hatiku mengatakan, kayaknya sudah meninggal. Pertolongan pertama dilakukan, dari pasang oksigen dan memompa jantungnya, karena ada di depanku jarak sekitar 3 meter dan hanya dibatasi kordyn,jadi aku bisa ngintip lewat kordyn. Saat dinyatakan sudah meninggal oleh dokter, yang mengantarkan tadi ditanya kronologinya, pak tua bercerita dengan logat maduranya yang kenthal, dia bilang, kalau mereka kerja di galangan kapal, saat sama sama bekerja, sekitar jam 14.00 temannya itu ngeluh kalau dia capek dan mau istirahat dulu, trus dia duduk, kemudian baring. Ketika dilihat , kok temennya malah tidur tiduran makanya dia bangunin, tapi nggak ada respon, jadi dia minta tolong ke mandornya untuk mengantarkan ke rumah sakit. Kata dokter, saat dibawa ke rumah sakit, pasien sudah meninggal, kena serangan jantung, bisa dari tekanan darahnya naik ( tinggi).
Ya Allah, baru saja aku menyaksikan lagi, bahwa umur seseorang, Allah yang mengatur, kita tidak tahu kapan habisnya umur kita, seperti bapak tua ini tadi, pamit ke keluarganya kerja seperti biasa, pamit ke temennya capek, mau istirahat sebentar, eee nggak tahunya langsung meninggal. Sepertinya meninggal seperti itu enak banget, pamit capek, duduk, kemudian baring, langsung bablas ( mudah mudahan sempat mentalqin dirinya sendiri). Nggak melalui sakit dulu yang mestinya bakal memerlukan biaya perawatan dan pengobatan yang sangat mahal. Memang kematiannya yang mendadak membuat kaget seluruh keluarganya yang saat berdatangan nangis karena tidak menyangka, tapi Allah maha adil, dengan tidak memberatkan umatnya sesuai kesanggupannya, apabila meninggalnya lewat sakit dulu??? Kasihan keluarganya yang menanggung biayanya. Innalillahi wa inna Ilaihi roji’un.
Seperempat jam setelah melihat keluarga bapak tua berdatangan dan menangisi kepergiannya, aku pulang bersama dokter Caci ke rumah, untuk merencanakan ulang jadwalnya belanja, ternyata Allah berkehendak lain, Caci harus istirahat dulu seharian, dan otomatis rencana belanja dan pulangnya tertunda.
0 komentar:
Posting Komentar